Istana Reload, 2 Perusahaan Telekomunikasi Merugi Gara-gara Penguatan Dolar AS - Tiga operator papan atas nasional mengumumkan pencapaian kinerjanya sepanjang 2014. Ketiganya antara lain, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) yang mengumumkan kinerjanya pada Keterbukaan Informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara induk usaha Indosat, Ooredoo, telah mengumumkan kinerjanya secara grup dan anak-anak usaha di portal resmi korporasinya pekan lalu.
Dari laporan keuangan ketiga operator yang menguasai sekitar 85 persen pangsa pasar telekomunikasi nasional itu, hanya Telkom yang mencatat keuntungan di tengah pukulan kondisi makro terutama depresiasi rupiah terhadap dolar AS sepanjang 2014.
Melansir keterangan BEI, Senin (16/3/2015), Telkom dalam laporan keuangannya mencatat pendapatan sebesar Rp 89,696 triliun sepanjang 2014 atau naik 8,11 persen dibandingkan 2013 sebesar Rp 82,967 triliun.
Earning Before Interest Tax Depreciation Amortization (EBITDA) di 2014 sekitar Rp 45,8 triliun atau naik 8,02% dibandingkan 2013 sebesar Rp 42,4 triliun. Keuntungan yang dimiliki Telkom di 2014 yakni sebesar Rp 14,638 triliun atau naik 3,05 persen dibandingkan 2013 sebesar Rp 14,205 triliun.
Sementara XL berhasil mencatat pendapatan sepanjang 2014 sebesar Rp 23,56 triliun naik 10% dibandingkan 2013 sebesar Rp 21,35 triliun. Anak usaha Axiata ini sepanjang 2014 membukukan kerugian sebesar Rp 891 miliar berbanding terbalik dengan 2013 yang masih mencicipi keuntungan Rp 1,033 triliun.
Sedangkan Indosat diprediksi mendapatkan pendapatan sebesar Rp 24,08 triliun atau naik 1% dibandingkan 2013 sebesar Rp 23,84 triliun. Kerugian yang diderita Indosat di 2014 sebesar US$ 154,8 juta atau setara Rp 2,036 triliun berkurang dibandingkan 2013 sebesar US$ 233,4 juta atau setara Rp 3,071 triliun.
Analis dari Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya menilai Indosat dan XL Axiata mengalami kerugian karena banyak berutang dalam dolar AS.
“Indosat memang sudah mencoba mengkonversi sebagian utangnya dalam dolar AS ke rupiah. Sementara XL itu karena membeli Axis berutang dalam dolar AS,” paparnya.
Menurutnya, pertumbuhan yang dialami emiten telekomunikasi biasanya cerminan dari fokus pembangunan infrastruktur dan pemasaran yang dilakukan.
“Kalau dilihat Telkom konsisten dalam membangun jaringan serta pemasaran, karena itu bisa tumbuh dan untung. Indosat selama tahun lalu kan lebih banyak bicara modernisasi jaringan, sementara XL banyak fokus integrasi dengan Axis,” katanya.
Pada tahun lalu momentum operator untuk mendapatkan penjualan maksimal juga terbagi-bagi secara seasonal mengingat tak bersamaannya musim libur, Ramadan, dan adanya kegiatan Pemilihan Umum.
Dari laporan keuangan ketiga operator yang menguasai sekitar 85 persen pangsa pasar telekomunikasi nasional itu, hanya Telkom yang mencatat keuntungan di tengah pukulan kondisi makro terutama depresiasi rupiah terhadap dolar AS sepanjang 2014.
Melansir keterangan BEI, Senin (16/3/2015), Telkom dalam laporan keuangannya mencatat pendapatan sebesar Rp 89,696 triliun sepanjang 2014 atau naik 8,11 persen dibandingkan 2013 sebesar Rp 82,967 triliun.
Earning Before Interest Tax Depreciation Amortization (EBITDA) di 2014 sekitar Rp 45,8 triliun atau naik 8,02% dibandingkan 2013 sebesar Rp 42,4 triliun. Keuntungan yang dimiliki Telkom di 2014 yakni sebesar Rp 14,638 triliun atau naik 3,05 persen dibandingkan 2013 sebesar Rp 14,205 triliun.
Sementara XL berhasil mencatat pendapatan sepanjang 2014 sebesar Rp 23,56 triliun naik 10% dibandingkan 2013 sebesar Rp 21,35 triliun. Anak usaha Axiata ini sepanjang 2014 membukukan kerugian sebesar Rp 891 miliar berbanding terbalik dengan 2013 yang masih mencicipi keuntungan Rp 1,033 triliun.
Sedangkan Indosat diprediksi mendapatkan pendapatan sebesar Rp 24,08 triliun atau naik 1% dibandingkan 2013 sebesar Rp 23,84 triliun. Kerugian yang diderita Indosat di 2014 sebesar US$ 154,8 juta atau setara Rp 2,036 triliun berkurang dibandingkan 2013 sebesar US$ 233,4 juta atau setara Rp 3,071 triliun.
Analis dari Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya menilai Indosat dan XL Axiata mengalami kerugian karena banyak berutang dalam dolar AS.
“Indosat memang sudah mencoba mengkonversi sebagian utangnya dalam dolar AS ke rupiah. Sementara XL itu karena membeli Axis berutang dalam dolar AS,” paparnya.
Menurutnya, pertumbuhan yang dialami emiten telekomunikasi biasanya cerminan dari fokus pembangunan infrastruktur dan pemasaran yang dilakukan.
“Kalau dilihat Telkom konsisten dalam membangun jaringan serta pemasaran, karena itu bisa tumbuh dan untung. Indosat selama tahun lalu kan lebih banyak bicara modernisasi jaringan, sementara XL banyak fokus integrasi dengan Axis,” katanya.
Pada tahun lalu momentum operator untuk mendapatkan penjualan maksimal juga terbagi-bagi secara seasonal mengingat tak bersamaannya musim libur, Ramadan, dan adanya kegiatan Pemilihan Umum.
“Kalau saya melihat potensi ke depan dari sektor telekomunikasi masih oke, soalnya dari sisi demografi tak akan menyusut,” katanya.
Sebelumnya, keberhasilan Telkom mempertahankan pertumbuhan kinerja keuangan tahun lalu ditambah ekspektasi pertumbuhan ke depan mendorong sejumlah analis menaikkan target harga saham dengan kode TLKM untuk 12 bulan ke depan.
RHB OSK Securities merevisi naik target harga saham TLKM dari Rp 3.200 menjadi Rp 3.600 dengan rekomendasi beli. Peningkatan target harga ini merefleksikan ekspektasi berlanjutnya pertumbuhan pendapatan dan monetisasi bisnis non-inti ke depan.
CIMB Securities juga merevisi naik target harga saham TLKM. Saham operator telekomunikasi terbesar di Indonesia ini direkomendasikan add (potensi return di atas 10%) dengan target harga dinaikkan dari Rp 2.950 menjadi Rp 3.200.
Sebelumnya, keberhasilan Telkom mempertahankan pertumbuhan kinerja keuangan tahun lalu ditambah ekspektasi pertumbuhan ke depan mendorong sejumlah analis menaikkan target harga saham dengan kode TLKM untuk 12 bulan ke depan.
RHB OSK Securities merevisi naik target harga saham TLKM dari Rp 3.200 menjadi Rp 3.600 dengan rekomendasi beli. Peningkatan target harga ini merefleksikan ekspektasi berlanjutnya pertumbuhan pendapatan dan monetisasi bisnis non-inti ke depan.
CIMB Securities juga merevisi naik target harga saham TLKM. Saham operator telekomunikasi terbesar di Indonesia ini direkomendasikan add (potensi return di atas 10%) dengan target harga dinaikkan dari Rp 2.950 menjadi Rp 3.200.
Revisi naik target harga ini memfaktorkan sikap optimistis pertumbuhan pendapatan perseroan dalam jangka menengah untuk menangkap pertumbuhan pasar telekomunikasi.
Sedangkan Danakresa merekomendasikan beli saham TLKM dengan target harga Rp 3.250. CLSA Securities merekomendasikan outperform saham TLKM dengan target harga Rp 3.100.
Saham Telkom pada akhir pekan lalu (13/3), ditutup Rp 2.955 per lembar. Banyak analis menilai TLKM sedang berkonsolidasi sehat menguji area resisten kuatnya di level Rp 3020.
Level itu bisa saja dicapai jika resisten minor Rp 2.985 dapat dilampaui, dan terbuka peluang penguatan menuju Rp 3.285 dengan minor target Rp 3120 per lembar saham. Sumber
Sedangkan Danakresa merekomendasikan beli saham TLKM dengan target harga Rp 3.250. CLSA Securities merekomendasikan outperform saham TLKM dengan target harga Rp 3.100.
Saham Telkom pada akhir pekan lalu (13/3), ditutup Rp 2.955 per lembar. Banyak analis menilai TLKM sedang berkonsolidasi sehat menguji area resisten kuatnya di level Rp 3020.
Level itu bisa saja dicapai jika resisten minor Rp 2.985 dapat dilampaui, dan terbuka peluang penguatan menuju Rp 3.285 dengan minor target Rp 3120 per lembar saham. Sumber